STUDI KASUS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Software Menduduki Nomor 2 Pembajakan di Indonesia
Pembajakan Hak Cipta masih menjadi bagian yang tidak
bisa dilepaskan dalam penegakan hukum di Indonesia. Meski ketentuan di dalam
undang-undang dimaksudkan untuk menimbulkan efek jera bagi para pelakunya,
namun faktanya pembajakan piranti lunak di Indonesia menduduki nomor 2 (dua). Berdasarkan survei yang dilakukan Masyarakat
Indonesia Anti Pemalsuan (MIAPI) barang palsu yang paling banyak dikonsumsi
masyarakat adalah pakaian, software dan barang dari kulit. Persentasenya adalah
untuk jenis barang pakaian sebesar 30,2%, software 34,1%, barang dari kulit
35%,7%, spare parts 16,8%, lampu 16,4%, elektronik 13,7%,rokok 11,5%, minuman
8,9%, pestisida 7,7%, oli 7%, kosmetika 7% dan farmasi 3,5%. Ketua Asosiasi Konsultan HaKI, Justisiari Perdana
Kusumah menambahkan pihaknya akan terus mendukung upaya Ditjen Penyidikan HaKI
dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait maraknya peredaran produk palsu
di pasaran. Soalnya hal itu akan sangat merugikan konsumen. “Kami sangat
men-support pelaku bisnis yang menghargai HaKI,” jelasnya. Perlunya peningkatan kesadaran akan penghargaan Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI) harus dimulai dari lingkup yang paling kecil.
Asosiasi Konsultan HaKI sebagai wadah tunggal yang menaungi para konsultan di
Indonesia telah berupaya melakukan sosialisasi dalam rangka membangun kesadaran
akan pentingnya penghargaan HaKI di dalam masyarakat. Karena sesungguhnya,
konsumenlah pihak yang paling dirugikan dalam pembajakan ini.
Tanggapannya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar