Selasa, 22 Januari 2013

MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN ASPEK POSITIF & NEGATIF


Nama   : Dimas Febiyanto
Npm    : 38411978
Kelas   : 2ID04
MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN ASPEK POSITIF & NEGATIF

Contoh Studi Kasus:
Kehidupaan masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar adalah keadaan lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan seperti ini karena masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan kurang banyak pengalaman.
Untuk memahami masyarakat pedesaan dan perkotaan tidak mendefinisikan secara universal dan obyektif. Tetapi harus berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tingal dalam suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepensi, adanya norma-norma dan kebudayaan.
Masyarakat pedesaan ditentukan oleh bentuk fisik dan sosialnya, seperti ada kolektifitas, petani individu, tuan tanah, buruh tani, nelayan dsb.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat lain. Jadi perbedaan atau ciri-ciri kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenotas, perbedaan sosisal, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem lainnya.
Contohnya dalam lapangan pekerjaan, sebagian besar masyarakat pedesaan lebih tertarik untuk mencari nafkah di kota, karena di kota lebih luas lapangan kerjanya dari pada di desa, lain halnya masyarakat kota yang selalu memilih tempat liburan ketika ingin mendinginkan fikiran dan hati karena padatnya kehidupan di kota kebanyakan memilih berliburan di daerah - daerah pedesaan. 
Kesimpulan:
Jadi intinya, masyarakat perkotaan secara tidak langsung membutuhkan adanya masyarakat pedesaan, begitu pula dengan sebaliknya, masyarakat pedesaan juga membutuhkan keberadaan masyarakat perkotaan, meskipun keduanya memiliki perbedaan ciri-ciri dan aspek-aspek yang terdapat di dalam diri mereka. Keduanya memiliki aspek positif dan aspek negatif yang saling mempengaruhi keduanya dan saling berkesinambungan.
Sumber:
http://damaisubimawanto.wordpress.com/2010/12/10/masyarakat-perkotaan-dan-pedesaan/
http://id.wikipedia.org/wiki/Desa
http://stefanimariamagdalena.blogspot.com/2013/01/studi-kasus.html

KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU


Nama      : dimas febiyanto
Npm       : 38411978
Kelas      : 2ID04  
A.     STUDY KASUS

KASUS PELANGGARAN HAM YANG TERJADI DI MALUKU

Konflik dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5 bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah (Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang lalu sempat tenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang baru ala ninja/penyusup yang melakukan operasinya di daerah – daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat biasa). Penyusup masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya dengan membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar dibatasi sampai jam 20.00, suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota.
Akibat konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka – luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang telah menjadi pengungsi di dalam/luar Maluku. Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian konflik yang dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik, ada ketakutan di masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.
Banyak orang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di Ambon ditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konflik serta ketegangan yang terjadi saat ini. Komunikasi sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling curiga antar kawasan terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menginginkan konmflik jalan terus. Perkembangan situasi dan kondisis yang terakhir tidak ada pihak yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi sehingga masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.
Wilayah pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat dalam melakukan aktifitasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini terlihat pada aktifitas ekonomi seperti pasar sekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu daerah yang dulunya bukan pasar hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi menggunakan jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang mengakibatkan korban luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa dilakukan diperbatasan antara supir Islam dan Kristen tetapi sejak 1 bulan lalu sekarang tidak lagi juga sekarang sudah ada penguasa – penguasa ekonomi baru pasca konflik. Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung dari konflik karena banyak diantara mereka sudah sulit untuk mengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program Pendidikan Alternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkan masalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian negatif terhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).
Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat – obatan tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada banyak yang tidak berfungsi. Belum ada media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh media cetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi media), ada media yang selama ini melakukan banyak provokasi tidak pernah ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama ini digunakan oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan Muslim Maluku).

B.               PEMBAHASAN
            Menghadapi persoalan seperti kasus diatas dapat diselesaikan dengan komunikasi yang baik yang terus menerus dilakukan supaya konflik bisa terselesaikan sampai ke akar-akarnya. Pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah harus cepat tanggap jangan hanya melakukan pendekatan secara militer saja tetapi harus turun langsung ke daerah konflik supaya mengetahui permasalahan sebenarnya ada dimana dan harus menindak tegas para provokator yang berusaha memancing konflik. Para pemuka agama setempat juga seharusnya duduk bersama dan saling silaturahmi agar terciptanya suasana yang kekeluargaan antara ISLAM dan KRISTEN.

C.   PENUTUP
Kesimpulan : Konflik yang terjadi di wilayah kepulauan maluku terutama di wilayah maluku tengah sudah berlarut-larut hal ini disebabkan karena adanya provokator yang memanfaatkan isu SARA membuat kekacauan di wilayah tersebut. Hal tersebut telah membuat sejumlah orang tewas dan terluka serta warga menjadi resah dan taku untuk melakukan aktivitas sehari-hari diluar rumah terutam di wilayah perbatasan antara Islam-Kristen.

Sumber :
http://biebi-habibi.blogspot.com/2010/11/tugas-isd-ke-6-pelapisan-sosial-dan.html
http://techflavour.wordpress.com/2011/11/17/isd-bab-vi-pelapisan-sosial-dan-kesamaan-derajat
http://www.akujagoan.com/2011/02/contoh-contoh-pelanggaran-ham-di.html
 http://www.dimasgantengkeren.blogspot.com/

PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT


Nama: Dimas Febiyanto
NPM :38411978
Kelas: 2ID04
PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
Pontianak – Konflik lahan perkebunan kembali terjadi. Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan menuai kritikan karena dianggap mengintervensi kasus hukum. Sedangkan Muda memandang persoalan tersebut lebih kepada pentingnya kondusivitas masyarakat.“Dalam proses penyidikan yang sedang berjalan di Polres Pontianak, Bupati melalui suratnya Nomor 188/0613/HK dianggap melakukan intervensi,” ujar M Sadik Aziz, mantan Kepala Dinas Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan (Disbuhutam) KKR saat bertandang ke Graha Pena Equator, Kamis (28/7).Intervensi yang dimaksud Sadik, terjadi karena dalam surat tersebut Muda meminta agar proses penyidikan atau proses hukum terhadap kasus PT CTB ditunda. Ia juga meminta agar kasus itu dikoordinasikan dulu kepada bupati selaku pemerintah daerah. “Ini sangat naïf sekali,” ujar Sadik.Sadik yang menjabat sebagai Ketua Forum Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam (KPSA) Kalbar itu menceritakan secara detail kisruh PT Sintang Raya dengan PT CTB.Menurut Sadik, PT Sintang Raya dalam melaksanakan aktivitasnya didahului dengan mendapat legalitas berupa izin prinsip pengembangan perkebunan kelapa sawit dari Bupati Kabupaten Pontianak (sebelum KKR terbentuk). Izin bernomor 503/0587/I-Bappeda tanggal 24 April 2003 itu berada di Kecamatan Kubu yang sekarang menjadi Kabupaten Kubu Raya.PT Sintang Raya kemudian mendapatkan izin lokasi bernomor 400/02-IL/2004 tertanggal 24 Maret 2004 dan diperpanjang izin lokasi nomor 25 Tahun 2007 tanggal 22 Januari 2007 seluas 20 ribu hektar oleh Bupati Pontianak sebelum pemekaran. Setelah pemekaran, izin lokasi tersebut dibuatkan sertifikat oleh PT Sintang Raya dengan sertifikat HGU Nomor 4 atas nama PT Sintang Raya, tertanggal 5 Juni 2009 seluas 11.219 hektar oleh Kepala BPN RI.Selain PT Sintang Raya, di tahun 2007 Bupati Pontianak waktu itu, H Agus Salim, juga menerbitkan izin lokasi PT CTB nomor 361 tertanggal 13 Desember 2007 seluas 19.950 hektar yang lokasinya berada di sekitar izin lokasi PT Sintang Raya. Mengingat izin lokasi tersebut berakhir 12 Desember 2010, Bupati Kubur Raya memberikan perpanjangan izin lokasi nomor 9 Tahun 2011 tanggal 11 Januari 2011 dengan ketentuan berlaku surut sejak 13 Desember 2010 dan berakhir 13 Desember 2011.Dilanjutkan Sadik, setelah dimekarkan, PT CTB melengkapi perizinan yang dimilikinya berupa izin Amdal Nomor 380 tahun 2009, Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit nomor 429 tahun 2009 tertanggal 9 Desember 2009 dengan luas sekitar 6.150 hektar yang berlokasi di Kecamatan Kubu dan Kecamatan Teluk Pakedai. “Tapi IUP itu diproses oleh Kabag Hukum, bukan oleh saya selaku Kepala Disbunhutam,” kesalnya.PT CTB juga mendapat rekomendasi gubernur tentang sesuai rencana makro pembangunan kebun di Kalbar nomor 525/50/Ekon-A tertanggal 31 Desember 2009. “Ketiga jenis surat perizinan terakhir (Amdal, IUP, dan rekomendasi gubernur) yang diperoleh PT CTB adalah cacat hukum sebagai akibat PT CTB telah melakukan aktivitas penanaman pada lahan HGU PT Sintang Raya. Luas lahan yang ditanam itu diperkirakan mencapai 1.318,40 hektar, dan dikerjakan satu tahun sebelum izin tersebut terbit,” kata Sadik.Penanaman yang dilakukan PT CTB, lanjut dia, juga bertentangan dengan amanah undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan. “Ini juga bertentangan dengan UU nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tukas Sadik.Diberitakan sebelumnya, sebanyak 20 patok bertuliskan pengumuman status quo dipasang di areal 1300 hektar di Desa Dabong, Kecamatan Kubu oleh tim penyidik Polres Pontianak, dibantu jajaran Polsek Kubu bersama-sama tim BPN perwakilan Kubu Raya, Rabu (27/7).Pemasangan pengumuman ini karena areal tersebut masih bermasalah sehingga dinyatakan status qua agar areal tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun. Masyarakat sekitar lokasi areal diminta turut mengawasi agar tidak aktivitas perkebunan di areal yang sudah ditanami kelapa sawit seluas 500 hektar berusia kira-kira 2,6 tahun.Areal itu ditanami sawit oleh PT Cipta Tumbuh Berkembang (CTB) yang diduga tanpa izin usaha perkebunan. Di lain pihak PT Sintang Raya mengklaim memiliki Hak Guna Usaha atas areal itu sejak 2008. (bdu)
Pembahasan:
Kasus di atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yang akan dibahas dalam tulisan kali ini adalah faktor atas kepentingan ingin mendapatkan harga diri, yang mungkin menjadi penyebab konflik sosial seperti contoh kasus di atas. Harga diri itu sendiri adalah  penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri, ( Keliat B.A , 1992 ). Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku. Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.

Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan ini akan banyak menimbullkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Pada umumnya secara pskologis dikenal ada dua jenis kepentingan dalam diri individu, yaitu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang individu yang sama persis didalam aspek pribadinya baik jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya. Perbedaan tersebut secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pembawaan dan lingkungan sosial sebagai komponen utama bagi terbentuknya keunikan individu. Perbedaan pembawaan akan memungkinkan perbedaan individu dalam hal kepentingannya, meskipun dengan lingkungan yang sama.
Sumber: 
http://pandanwulan.wordpress.com/2011/11/29/tugas-ilmu-sosial-dasar-3/
http://pidpidpid.blogspot.com/#!/2013/01/pertentangan-sosial-dan-integrasi.html